Bojonegoro - Pendidikan di Kabupaten Bojonegoro slalu diwarnai dengan kata sumbangan, entah dengan kata SSKM (sumbangan suka rela keluarga mampu), atas dasar perintah komite atau pun juga paguyuban.
Kata-kata sekolah wajib 9 tahun dan gratis itu hanya isapan jempol saja. Masih banyak praktik dilapangan yang mengedepankan dengan kata kontribusi hal itu slalu saja terjadi. Seperti saat ini SDN Model Terpadu Bojonegoro yang beralamatkan di jln raya Sukowati, Kecamatan Kapas, sudah merapatkan barisan untuk mengatur tarikan/pungutan kepada wali murid berdasarkan rapat bersama, hal itu slalu menjadi dasar/dalih kesepakatan agar bisa menarik uang kepada orang tua wali murid, Senin (29/07/2024).
Salah satu orang tua wali murid SDN Model Terpadu yang namanya enggan di mediakan menjelaskan, kami orang tua diminta datang ke sekolah dalam rangka "pemaparan program kelas dan pembentukan paguyupan" surat undangan itu dari sekolah.
“Saya pikir tidak akan ada kata bayar,eh ternyata hasil rapatnya” program sosialisasi RKAS Komite tahun ajaran 2024-2025. Pengesahan uang sumbangan suka rela/partisipasi bulanan sebesar 100rb/bln, dimulai bulan Juli. Untuk khusus kelas 1 dpp sebesar 600rb, serta pembahasan karnaval n TPA di bahas kemudian, tambahnya.
Lebih jelas mengungkapkannya, untuk yang 600 ribu itu Kataya si buat beli bangku sekolah, ehms masak tiap tahun harus beli bangku sekolah. Memangnya bangkunya dimakan guru dan murid sampai habis. Bangkunya juga sama, hanya di cat ulang saja.
Lalu kegunaan uang bos itu untuk apa, dana APBD saja 20 persen juga masuk dalam anggaran pendidikan. Paguyupan itu apa fungsinya hanya untuk menarik uang kepada orang tua wali murid. Pihak sekolah dan para orang tua sebenarnya tahu ngak sih fungsi paguyupan itu untuk apa, heran saya dikit-dikit kok kalau rapat paguyuban slalu meminta uang ke pihak wali murid, pihak dinas pendidikan sebenarnya pada ngapain sih kok ngak bisa ngasih Arahan yang baik untuk para guru, tandasnya dengan kesal.
Dilokasi yang berbeda Kuasa hukum media chakrahukum.com Dr (c) Johanes Dipa Widjaja, SH,Psi.,MH,MM saat dikonfirmasi menjelaskan, perlu diketahui penarikan uang pada satuan pendidikan telah diatur pada Perda Kabupaten Bojonegoro No 08 Tahun 2020 Bab 14 Pasal 38 ayat 3 berbunyi “Sumbangan biaya pendidikan yang bersifat insidentil pada satuan pendidikan harus mendapatkan izin dari Bupati dan harus masuk di RKAS”. Dan juga Permendikbud No 75 Tahun 2016 Pasal 10 ayat 2 berbunyi “Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan/kontribusi bukan pungutan”.
Baca juga:
bahwa praktik-praktik pungutan pembohong ini harus dihentikan sekarang juga jangan sampai justru jadi beban siswa melalui wali murid, alokasi dana APBN sudah sangat besar sekali jadi tidak ada alasan untuk mereka melakukan penutupan sumbangan.
Apapun namanya pungutan tidak resmi (pungli) dilarang dan masuk ranah korupsi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selain itu juga diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2016 tentang satuan tugas sapu bersih pungutan pembohong (Saber Pungli). Pungutan pembohong sendiri merupakan perbuatan perbuatan yang dilakukan oleh Pegawai Negeri atau penyelenggara pemerintahan dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalah gunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Pungli juga merupakan tindak Pidana atau pelanggaran hukum yang diatur dalam KUHP. Pada pasal 368 KUHP menyatakan, barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,memaksa orang lain dengan kekerasan, ancaman kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang ysng seluruh atau selebihnya adalah kepunyaan orang lain atau supaya memberikan hutang atau menghapus muatan diancam karena pemerasan dengan pidana penjara selama-lamanya 9 tahun.
Selain itu dalam pasal 415 KUHP menyatakan, seorang pegawai negeri atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu yang dengan senagaja menggelapkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut diancam dengan pidana penjara selama 7 tahun.
Di dalam pasal 423 KUHP menyatakan, pegawai negeri yang menguntungkan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangan atau kekuasaannya memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu melakukan suatu pembayaran, melakukan pemotongan terhadap suatu biaya atau melakukan sesuatu pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 6 tahun.
Selain itu kejahatan pungli dapat dijerat dengan tindak Pidana penipuan, pemerasan, dan korupsi.
Penulis : Redaksi Cakrawalahukum.com